FAKTOR EKONOMI PENYEBAB REKONVERSI UMAT HINDU
DI DALUNG
Oleh
I Made Adi Surya Pradnya
Pada
edisi ini masalah rekonversi Umat Hindu yang merupakan hasil penelitian di Desa
Dalung memaparkan penyebab Rekonversi Umat Hindu karena faktor ekonomi, tulisan
ini merupakan lanjutan dari faktor penyebab umat Hindu yang melakukan
rekonversi agama, setelah sebelumnya dimuat Media Hindu pada edisi bulan lalu. Dengan
membaca artikel ini, diharapkan umat Hindu yang di iming-imingi sesuatu untuk
konversi agama, mesti barpikir bahwa apa yang disampaikan tidaklah seperti apa
yang dibayangkan, terlebih motif konversi agama karena ekonomi, sebab setelah
konversi justru kesejahteraan, perasaan dan kebahagiaan menjadi tidak stabil
bahkan menjadi tambah miskin, karena dilakukan dengan tekanan dan paksaan atas
keyakinan. Berbeda halnya jika kita tetap yakin sebagai seorang Hindu, ekonomi
dan kesejahteraan lebih stabil jika kita eling dan bhakti dengan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa beserta leluhur, meskipun saat ini kita menderita tidak lain adalah
ujian tuk kesuksesan dari Hyang Widhi.
Menurut Aristoteles (384-322 B.C.)
Ekonomi dibedakan antara ekonomi yang menyelidiki peraturan rumah tangga yang
merupakan arti asli bagi istilah ekonomi, dan chrematisti yang mempelajari peraturan-peraturan tukar-menukar dan
karenanya pemikiran ini dapat disebut sebagai perintis jalan bagi berkembangnya
teori ilmu ekonomi. Dijelaskan selanjutnya bahwa kepala rumah tangga harus
mengusahakan pemenuhan kebutuhan secara baik. Jikalau suatu “Oikos” mempunyai kelebihan sesuatu, maka
dengan sendirinya dan pada tempatnya ditukarkan dengan barang-barang yang
berlebihan di rumah tangga yang lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa suatu barang dapat digunakan dengan dua jalan yaitu
kemungkinan untuk dipakai dan kemungkinan untuk ditukarkan dengan barang lain.
Alhasil dari situ dapat diperoleh pengertian di dalam ilmu ekonomi tentang
nilai pemakaian dan nilai pertukaran. Kegiatan pertukaran barang dikerjakan
oleh para pedagang sebagai mata pencaharian mereka, hal mana sejalan dengan
tujuan chrematisti, meskipun menurut
para filsuf Yunani pada waktu itu kurang mendapatkan penghargaan kepada
kegiatan (profesi) pedagang.
Perkembangan ekonomi Indonesia pada
umumnya dan Bali pada khususnya mengalami penurunan pada tahun 1965. Pada tahun
1965 di Bali khususnya di Desa Dalung mengalami musim paceklik yaitu pada musim
ini perekonomian masyarakat Dalung sangat merosot kebawah sampai masyarakat
kekurangan bahan makanan. Kedatangan masyarakat yang lain agama yaitu Agama
Kristen yang diwakilkan oleh Pastur Sadeg memberikan berkah yang sangat luar
biasa kepada masyarakat Desa Dalung karena umat Kristen memberikan bahan
makanan berupa Gandum, Susu sandang dan papan, juga memperbaiki perekonomian dengan
cara memberikan beasiswa kepada masyarakat yang sekolah di sekolah Kristen.
Hal ini juga dipertegas oleh I Wayan
Sepia (Wawancara, 30 Agustus 2010) yang menjelaskan bahwa pada tahun 1965
masyarakat dalung mengalami kemerosotan ekonomi dan mengalami musim Paceklik,
saat itu kedatangan umat Kristen sangat memperbaiki perekonomian dengan cara
memberikan pendidikan gratis, memberikan beasiswa sampai perguruan tinggi dan
juga yang lainnya. Masyarakat berpikiran termasuk I Wayan Sepia berpikiran jika
masuk atau konversi ke Agama Kristen,
maka perekonomian akan berubah membaik hal ini dilihat karena umat Agama
Kristen bisa nyumbang, dan memberi modal pendidikan. Tahun 1965 masyarakat di
Desa Dalung melakukan Konversi agama
ke Agama Kristen termasuk I Wayan Sepia dengan harapan ketika melakukan Konversi tersebut perekonomian
masyarakat bisa membaik, menurut I Wayan Sepia “tiang pindah agama ke Kristen santukan ekonomi tiang daweg punike jelek
pesan, kadirase anggon nyambung urip keweh pesan. Tiang nyingak ring Agama
Kristen preside nyumbang, ngemang tiang Gandum, Susu, ulian nike tiang tertarik
masuk Krinten. Lenan kading nike pendidikan di tanggung Kristen”, (“saya
pindah ke Agama Kristen karena maslah ekonomi waktu itu memang sangat menderita
sekali, sepertinya untuk menyambung hidup sangat sulit, saya melihat di dalam
Agama Kristen banyak ada sumbanganyang memberikan Gandung, susu, karena itulah
saya tertarik masuk Kristen, disamping itu pendidikan saya di tanggung”). Ketika hampir semua masyarakat
melakukan Konversi agama ke Kristen
perekonomian masyarakat bisa berubah dari terpuruk menjadi meningkat sedikit
demi sedikit karena upaya dari pihak umat Kristen dengan memberikan
fasilitas-fasilitas pendidikan dan lahan pekerjaan.
Perekonomian I Wayan Sepia semakin
memburuk pada tahun 1990-an, hal ini disebabkan karena I Wayan Sepia
sakit-sakitan. Sebagai kepercayaan orang Bali yaitu menanyakan kepada orang
pintar atau dukun, dukun tersebut mengatakan perekonomiannya hacur karena
leluhur I Wayan Sepia yang dulunya Hindu tersebut tidak menerima I Wayan Sepia
untuk tetap Agama Kristen. Dengan pertimbangan yang matang I Wayan Sepia
memutuskan untuk Rekonversi agama
kembali ke Hindu demi memperbaiki Ekonomi dan kesehatannya. Hal tersebut
terbukti dengan I Wayan Sepia kembali sehat dan mampu membuat merajan dan melakukan upacara
besar-besaran di Merajannya.
Konversi
dan Rekonversi agama karena Faktor
Ekonomi sangat banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Dalung salah satu
masyarakat yang mengalami hal tersebut selain I Wayan Sepia yaitu I Wayan
Biasa. Biasa mengatakan awal beragama Hindu, karena kebiasaan mendengar dan
sering main-main ke Gereja pada saat Biasa tinggal di Denpasar. Biasa tertarik
untuk ikut melakukan hal serupa karena dalam benaknya menilai kalau Agama Kristen
itu sangat simple dan mudah dilaksanakan tidak seperti halnya dengan Agama
Hindu yang sedikit tidaknya melakukan sesajen, melakukan upacara agama yang
paling sedikit menggunakan dana jutaan. Mengingat dan mempertimbangakan
perbandingan tersebut Biasa yang sudah memahami Agama Kristen memutuskan
melakukan Konversi agama ke Kristen
pada tahun 1965, Ketika Biasa menjalaini kehidupan dengan sebagai umat Kristen,
Biasa menemukan kesuksesan yang sangat luar biasa karena keloyalan dan
kerendahan hatinya untuk melayani umat Kristen lainnya, sehingga Biasa di
angkat menjadi ketua suka duka di
kawasan Denpasar Selatan.
Menjalani hidup sebagai Ketua Suka Duka Biasa mendapatkan pengalaman
yang sangat banyak diantaranya menemukan berbagai masalah dalam menghadapi warga
terutamanya kremasi mayat, penguburan, bahkan pertengkaran lahan pemakaman
dengan warganya sendiri. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Ketua PHDI Badung
I Wayan Mulia yang menyatakan pada tahun 1965 Desa Dalung pada khususnya
mengalami musim paceklik mengakibatkan menurunnya keadaan ekonomi masyarakat,
sehingga mengakibatkan kemerosotan sandang, pangan dan papan. Kekurangan bahan
tersebut dibantu oleh Pastur Sadeg dengan memberikan bahan makanan, disamping
juga dengan misi untuk menyebarkan Agama Kristen. Hal serupa juga dinyatakan
oleh I Wayan Dana selaku Bendesa Pakraman
Tuka yang sudah menjabat hampir selama hidupnya berumah tangga.
Penulis,
mahasiswa program Doktor Ilmu Agama IHDN Denpasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar