Laporan: berita
MENGIKUTI PERJALANAN DHARMA WACANA SARASWATI
BERSAMA I MADE ADI SURYA PRADNYA
I Made Adi Surya Pradnya, S, Ag.,
M.Fil. H, dosen muda IHDN
Denpasar yang mengabdikan ilmunya untuk umat, dengan membentuk sebuah kelompok Hindu Research Center beranggotakan anak
muda Hindu yang memiliki motivasi, dedikasi menyumbangkan ide dan pemikiranya
melalui pelayanan terhadap umat. Pria kelahiran Denpasar, 18 Mei 1986 mengajak generasi
muda Hindu mengembangkan diri belajar agama Hindu, menganalisis permasalahan
tentang kehinduan, melakukan penelitian, diskusi, membagikan buku Hindu dan pengabdian
masyarakat. Tepat perayaan Saraswati yang dilaksanakan tanggal 12 Januari 2013,
Surya begitu panggilan akrabnya beserta team
bersiap melaksanakan dharma
wacana tentang hari raya saraswati, persiapan diawali dengan melihat jadwal
dharma wacana, kemudian mengumpulkan buku yang akan dipuniakan, mempersiapkan perlengkapan
kamera sebagai publikasi dan terakhir doa bersama team agar perjalanan selamat
sampai tujuan.
Perjalanan pertama menuju Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Advaita Medika Tabanan, berangkat dari Denpasar
pukul 08.00 dan tiba pukul 09.00,
suasana hangat disambut Ketua STIKES Advaita Medika, I Dewa Nyoman Wiratmaja
SE,.MM.,Ak. Acara dimulai dengan persembahyangan bersama, kemudian dilanjutkan
dharma wacana di Aula kampus. Semangat para Pembina yayasan, pengurus, dosen,
pegawai dan mahasiswa membuat suasana kampus semakin meriah. Dharma wacana yang disampaikan berjudul “interpretasi perayaan saraswati
dalam pembentukan karakter generasi muda”, untuk memahami ajaran Saraswati,
terlebih dulu mesti dipahami pengertian saraswati, kata saraswati berarti
mengalir, bahwa pengetahuan mengalir layaknya sebuah sungai, sehingga Dewi
Saraswati juga disebut dewi sungai, yaitu sungai Saraswati yang merupakan salah
satu sungai terbesar di India. begitu pula halnya dengan pengetahuan suci,
dimana pengetahuan mengalir dari hulu ke hilir. Pada konteks ini catur guru
adalah pengemban saraswati yang mengalirkan ilmu pengetahuan kepada umat manusia
dan dari catur guru pembentukan karakter dimulai.
Guru rupaka, adalah orang tua yang melahirkan anaknya memiliki
tanggung jawab besar dalam pembentukan karakter, sebab pengetahuan diterima
pertama manusia adalah ajaran orang tua dan secara umum tidak ada orang tua
mengajarkan anaknya berbuat buruk, melanggar ajaran dharma dan agama. Orang tua
mengorbankan jiwa raganya demi membahagiakan anaknya, termasuk pula pendidikan.
Tidak ada orang tua ingin anaknya menderita, sehingga bekerja hanya untuk sang
anak, namun banyak anak maupun para remaja tidak menyayangi orang tuanya,
bahkan sering bertengkar, membohongi, menuntut dan mengancam, melawan orang tua
berarti berani terhadap Dewi Saraswati sehingga kesuksesan karier kedepanya
akan tidak baik. Oleh karena itu, sayangi orang tua kita dan cintai mereka,
sebab orang tua adalah tuhan sekala, dengan restu orang tua kesuksesan akan
tercapai, layaknya panca pandawa terhadap ibu kunti.
Guru Pengajian, adalah guru yang menurunkan pengetahuan
kepada para murid atau sisyanya. Pengertian guru dalam konteks ini adalah
mereka yang telah memberikan pengetahuan spiritual maupun pendidikan formal dan
informal. Oleh karena itu, guru pengajian merupakan Dewi Saraswati kedua dari
catur guru yang mengajarkan karakter disiplin dan bertanggung jawab khususnya keterampilan
bertahan hidup. Seorang murid seharusnya hormat dan berbhakti kepada para guru
dan melaksanakan apa yang menjadi kewajiban para murid. Jauhi mencela guru,
terlebih membohongi guru, sebab jika dilakukan maka pengetahuan yang diberikan seorang
guru pada saat tertentu akan hilang, sama halnya Karna saat berguru pada
Parasurama, saat peperangan besar pengetahuan tentang senjata tidak berguna,
akibatnya karna mati dalam peperangan agung tersebut.
Guru Wisesa, adalah pemerintah menurunkan pengetahuan
kepada para rakyat, agar tercipta stabilitas nasional yang baik, serta memberikan
fasilitas kepada rakyat untuk mengembangkan diri dan bersinergi menciptakan bangsa
bermartabat dan berkarakter. Pemerintah sebagai pemimpin rakyat, seharusnya
berpedoman pada ajaran asta brata yang kemudian diimplemntasikan langsung pada
masyarakat. Dengan peraturan dan Undang-Undang yang dibuat pemerintah sangat
diharapkan dapat membantu masyarakat, terutamanya generasi muda untuk
mengembangkan diri yang nantinya sebagai generasi penerus bangsa.
Guru Swadyaya,
adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan pengetahuan sucinya kepada para umat
Hindu, bentuk pengetahuan yang disampaikan adalah ajaran kitab suci, baik
smerti maupun sruti dan interpretasi yang tertuang dalam teks sastra lokal yang
telah diterjemahkan dalam tulisan maupun bahasa lokal masyarakat. Pengetahuan
yang disampaikan tentu mengarah pada pembentukan karakter agar para umat
mengatasi segala penderitaanya dengan jalan berbuat kebaikan atau subha karma,
sesuai teks sarascamuccaya, 4, namun umat Hindu banyak tidak memiliki kitab
suci di rumahnya. Oleh karena itu pada kesempatan ini, sangat diharapkan umat
Hindu memiliki Kitab suci, minimal dua buah, sehingga dapat dijadikan pedoman
dalam menghadapi kehidupan ini.
Demikian secara singkat ulasan dharma wacana yang
disampaikan, kemudian dilanjutkan dengan dharma tula, acara diskusi semakin
hangat dengan pertanyaan yang disampaikan mahasiswa maupun para dosen, sehingga
tidak terasa diskusi berlangsung dua jam. Acara ditutup dengan pemberian
kenang-kenangan oleh pengelola kampus dan penyerahan beberapa kitab suci oleh
koleksi perpustakaan pribadi Hindu Research Center I Made Adi Surya Pradnya,
semoga dapat bermanfaat untuk para civitas akademika di kampus ini, ujar Surya
yang juga mahasiswa program doktor Ilmu Agama.
Antusias umat saat perayaan saraswati, membuat team Hindu
Research Center (HRC) tambah semangat menyampaikan ide dan pemikiran, rasa bangga
dan syukur tampak di wajah anggota team saat melanjutkan dharma wacana
Saraswati di Desa Peguyangan Kaja, Denpasar yang dilaksanakan di Pura Desa,
sebelum menuju ke Desa Peguyangan terlebih dahulu menyempatkan diri bertemu
umat di Desa Adat Perang, Kurubaya mengikuti upacara piodalan. Ketika waktu
menunjukan pukul 18.00 wita, perjalanan dilanjutkan menuju Pura Desa,
Peguyangan Kaja, Denpasar, tepat pukul 19.30 wita tiba di jaba Pura Desa
disambut oleh pengurus desa pakraman bidang Parhyangan, Chandra Narayama. Hadir
pada acara tersebut adalah Bendesa Adat Peguyangan, para Jro Mangku, tokoh Puri
Peguyangan AAN. Gede Widiada yang juga wakil ketua DPRD Denpasar, sekretaris Desa,
karang taruna dan masyarakat.
Pada kesempatan ini I Made Adi Surya Pradnya menyampaikan
dharma wacana berjudul, “perayaan saraswati cegah budaya permisif”, budaya
permisif merupakan budaya yang serba memperbolehkan dan seolah-olah menyetujui
perilaku yang menyimpang, salah satunya adalah kumpul kebo, pada zaman dulu,
laki-laki dan perempuan yang belum terikat perkawinan sangat dilarang tidur
bareng apalagi melakukan hubungan seks, namun saat ini para remaja yang kost di
kota banyak mengembangkan tradisi kumpul kebo dengan berbagai macam alasan,
salah satunya menghemat biaya kost dan lebih mengenal pasangan masing-masing,
namun para masyrakat yang melihat kejadian itu seolah-olah menyetujui perilaku
tersebut dan menganggap hal itu biasa, justru kalau tidak mengajak pasangan
dipertanyakan kejantanannya, begitu pula minuman keras, kalau tidak ikut
merasakan duduk bareng sambil menikmati minuman keras dianggap tidak gaul dan
beberapa kasus lainya.
Oleh karena itu dengan perayaan saraswati, setidaknya
para remaja mampu memahami swadharma sebagai pelajar ataupun mahasiswa, agar
senantiasa menuntun pengetahuan dengan fokus, agar tidak seperti Kumbakarna
yang pada waktu meminta anugrah kepada Dewa Brahma karena berhasil tapanya,
dimana Kumbakarna mengharapkan kebahagiaan dan kesenangan abadi (sukasada),
namun karena tidak fokus, akhirnya dia mengucapkan kata suptasada yang artinya
tidur abadi, akibatnya sang kumbakarna menikmati tidurnya dan tidak mendapatkan
apa yang diharapkan. Hal ini dapat dijadikan cerminan bagi generasi muda, agar
tidak menyesal dikemudian hari, terlebih belum saatnya hamil kemudian tidak
siapnya menikah muda akibat pergaulan bebas, maka memilih jalan aborsi, bahkan
mendapat persetujuan orang tuanya atau orang tua memberikan saran untuk aborsi.
Jika itu dilakukan roh leluhur yang seharusnya lahir dan numitis, akhirnya kandas akibatnya orang yang mengaborsikan
kandungan hidupnya tidak akan tenang lahir dan batin.
Perayaan saraswati yang sarat dengan simbol-simbol wajib
diketahui seluruh umat Hindu, dimana dewi saraswati disimbolkan dengan wujud
yang cantik berarti pengetahuan sangat menarik dipelajari dan ditekuni, genitri
merupakan pengetahuan yang abadi, sehingga orang yang memiliki pengetahuan dan
mengenal istilah filsafat ilmu, maka tidak sewajarnya untuk sombong akan
kecerdasan dan kepandaian, karena pengetahuan terus berkembang sepanjang zaman.
Wina merupakan alat musik yang berarti pengetahuan identik dengan seni dan
budaya yang berkembang kepada kreatifitas masyarakatnya, terlebih umat Hindu di
Bali dapat mengembangkan segala kreatifitas salah satunya sarana upacara.
Lontar menunjukan bahwa disanalah gudang pengetahuan, saat ini buku adalah
gudang ilmu, agak modern lagi tablet memberikan pengetahuan dengan sekali
sentuh. Teratai berarti pengetahuan ada di berbagai tempat di seluruh penjuru
mata angin, sebab pengetahuan tidak milik orang kaya, pejabat, dosen, guru,
tapi semua orang memiliki pengetahuan yang didapat dari pengalaman hidupnya.
Angsa merupakan simbol kebijaksanaan, artinya orang yang memiliki pengetahuan
hendaknya dapat berpikir bijaksana, bukan sebaliknya arogan dan ingin menang
sendiri, sedangkan simbol merak adalah kewibawaan, yanga artinya orang yang
memiliki pengetahuan, maka otomatis akan tampak berwibawa dan dicari banyak
orang untuk meminta pengetahuan yang dimilikinya.
Demikian kesimpulan dharma wacana, masyarakat peguyangan
kaja mengharapkan agar perayaan saraswati dapat dipahami dan memberikan apresiasi
kepada generasi muda Hindu yang peduli terhadap Hindu, bahkan membagi ilmu
tentang ajaran Hindu kepada masyarakat, khususnya dharma wacana yang telah disampaikan. Acara
diahkiri dengan pemberian kenang-kenangan dan penyerahan punia berupa kitab
suci oleh koleksi perpustakaan pribadi Hindu Research Center I Made Adi Surya
Pradnya kepada Bendesa adat Peguyangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar